Jauhi Empat Perkara Agar Tidak Binasa
Manusia diciptakan di dunia adalah untuk beribadah kepada Allah Yang Maha Pemurah. Oleh karena itu, kewajiban manusia adalah memperbanyak amal shalih yang dituntunkan dengan landasan keimanan dan keikhlasan.
Saudaraku,
Kita harus selalu ingat dan waspada bahwa akhirat itu sangat dekat. Itulah sebabnya berbekal untuk akhirat harus disegerakan, tidak boleh ditunda-tunda. Allah Azza wa Jalla berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ ۖ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ
Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (Al-Hasyr/59:18).
Imam Ibnul Jauzi rahimahullah berkata, “Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala, (وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ )“hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat)’ yaitu hendaklah seseorang dari kamu memperhatikan, apa yang telah dia amalkan? Apakah amal shalih yang akan menyelamatkannya? Atau sesuatu (amal buruk) yang akan mencelakakannya?”
Sesungguhnya banyak sekali amal-amal shalih yang dituntunkan oleh Nabi Muhammad yang mulia yang memiliki pahala berlipat ganda. Akan tetapi selain itu, seorang hamba harus menjauhi segala perkara yang akan merusak amalannya. Jika tidak, maka amalannya akan sia-sia, dan dia tidak akan mendapatkan manfaatnya. Di antara perusak amal yang harus di jauhi adalah empat perkara berikut ini:
Pertama: Dosa dan Kemaksiatan
Dosa dan kemaksiatan, dua perkara yang paling banyak menggugurkan kebaikan dan memberatkan timbangan keburukan. Melakukan satu perbuatan dosa, seperti zina, atau melanggar larangan Allah Azza wa Jalla ketika sendirian, sudah cukup untuk menggugurkan kebaikan-kebaikan walaupun sebesar gunung. Sahabat Tsauban radhiyallahu ‘anhu menceritakan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwa bersabda:
عَنْ ثَوْبَانَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ لَأَعْلَمَنَّ أَقْوَامًا مِنْ أُمَّتِي يَأْتُونَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِحَسَنَاتٍ أَمْثَالِ جِبَالِ تِهَامَةَ بِيضًا فَيَجْعَلُهَا اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ هَبَاءً مَنْثُورًا قَالَ ثَوْبَانُ يَا رَسُولَ اللَّهِ صِفْهُمْ لَنَا جَلِّهِمْ لَنَا أَنْ لَا نَكُونَ مِنْهُمْ وَنَحْنُ لَا نَعْلَمُ قَالَ : أَمَا إِنَّهُمْ إِخْوَانُكُمْ وَمِنْ جِلْدَتِكُمْ وَيَأْخُذُونَ مِنْ اللَّيْلِ كَمَا تَأْخُذُونَ وَلَكِنَّهُمْ أَقْوَامٌ إِذَا خَلَوْا بِمَحَارِمِ اللَّهِ انْتَهَكُوهَا
Dari Tsauban, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwa Beliau bersabda, “Aku benar-benar mengetahui rombongan-rombongan orang dari umatku, mereka akan datang pada hari kiamat dengan membawa kebaikan-kebaikan sebesar gunung Tihamah yang berwarna putih, akan tetapi Allah Subhanahu wa Ta’ala akan menjadikannya sebagai debu yang berhamburan”. Tsauban radhiyallahu ‘anhu berkata, “Wahai Rasulullah! Terangkan sifat mereka kepada kami! Terangkan keadaan mereka kepada kami, agar kami tidak termasuk golongan mereka padahal kami tidak mengetahui!” Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya mereka itu adalah saudara-saudara kamu, dan dari kulit kamu, mereka mengisi sebagian malam sebagaimana kamu mengisi, namun mereka adalah rombongan-rombongan orang yang jika menyendiri, mereka melanggar perkara-perkara yang diharamkan oleh Allah”. (HR. Ibnu Majah dishahihkan oleh syaikh al-Albani; syaikh Salim al-Hilali dan lainnya).
Oleh karena itu kewajiban kita untuk bertaqwa kepada Allah dimana saja berada, baik ketika sendirian atau ketika bersama banyak orang. Begitulah yang diwasiatkan di dalam hadits:
عَنْ أَبِي ذَرٍّ قَالَ قَالَ لِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اتَّقِ اللَّهِ حَيْثُمَا كُنْتَ وَأَتْبِعْ السَّيِّئَةَ الْحَسَنَةَ تَمْحُهَا وَخَالِقِ النَّاسَ بِخُلُقٍ حَسَنٍ
Dari Abu Dzarr radhiyallahu ‘anhu, dia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda kepadaku, “Bertaqwalah kepada Allah Azza wa Jalla dimana saja engkau berada; Iringilah keburukan dengan perbuatan baik! Niscaya kebaikan itu akan menghapusnya; Dan bergaullah dengan manusia dengan akhlaq yang baik”. (HR. Ahmad dan selainnya).
Kedua: Ujub
Ujub (membanggakan diri) dan terpedaya dengan amalan-amalan shahih akan membatalkan pahalanya. Pelakunya menyangka dia akan masuk surga hanya dengan amalnya saja. Seorang Muslim harus tahu bahwa dia mampu melaksanakan amalan-amalan shalih itu karena karunia dan taufiq Allah. Jangan sampai dia terpedaya dengan banyak amalannya, karena dia tidak tahu, apakah amalannya akan diterima oleh Allah atau tidak? Karena sesungguhnya Allah Azza wa Jalla hanya menerima amalan shalih dari orang-orang yang bertaqwa sebagaimana firman Allah Azza wa Jalla :
إِنَّمَا يَتَقَبَّلُ اللَّهُ مِنَ الْمُتَّقِينَ
Sesungguhnya Allah hanya menerima (korban) dari orang-orang yang bertakwa (Al-Maidah/5: 27)
Juga seorang Muslim harus tahu bahwa semua amalan-amalan shalihnya tidak sebanding dengan satu nikmat dari nikmat-nikmat yang Allah anugerahkan kepadanya, seperti nikmat penglihatan. Belum lagi, jika seseorang jujur melihat kenyataan, dia akan dapati banyak sekali para hamba Allah Azza wa Jalla yang lebih banyak amalannya dan pahalanya daripada dia. Lalu kenapa dia harus membanggakan amalannya?
Ketiga: Mengganggu Hak Orang Lain
Mengganggu hak orang lain dan menyakiti mereka dengan perbuatan ghibah, celaan, makian, namimah, atau mengambil hak mereka dengan cara yang tidak dibenarkan agama, semua perbuatan itu akan menyebabkan kebaikan-kebaikan seseorang pada hari kiamat akan hilang. Kebaikan-kebaikan itu akan diberikan kepada orang-orang yang dia ganggu atau dia langgar hak-hak mereka. Sehingga dia akan datang pada hari kiamat dalam keadaan bangkrut dari kebaikan-kebaikan, padahal sebelumnya dia sudah memiliki pahala yang begitu banyak. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan keadaan orang yang bangkrut pada hari kiamat di dalam haditsnya berikut ini:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَتَدْرُونَ مَا الْمُفْلِسُ قَالُوا الْمُفْلِسُ فِينَا مَنْ لَا دِرْهَمَ لَهُ وَلَا مَتَاعَ فَقَالَ إِنَّ الْمُفْلِسَ مِنْ أُمَّتِي يَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِصَلَاةٍ وَصِيَامٍ وَزَكَاةٍ وَيَأْتِي قَدْ شَتَمَ هَذَا وَقَذَفَ هَذَا وَأَكَلَ مَالَ هَذَا وَسَفَكَ دَمَ هَذَا وَضَرَبَ هَذَا فَيُعْطَى هَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ وَهَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ فَإِنْ فَنِيَتْ حَسَنَاتُهُ قَبْلَ أَنْ يُقْضَى مَا عَلَيْهِ أُخِذَ مِنْ خَطَايَاهُمْ فَطُرِحَتْ عَلَيْهِ ثُمَّ طُرِحَ فِي النَّارِ
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda, “Tahukah kamu siapakah orang bangkrut itu?” Para Sahabat radhiyallahu ‘anhum menjawab, “Orang bangkrut menurut kami adalah orang yang tidak punya uang dan barang.” Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya orang bangkrut di kalangan umatku yaitu orang datang pada hari kiamat dengan membawa pahala shalat, puasa, dan zakat. Tetapi dia mencaci orang ini, menuduh orang ini, makan harta orang ini, menumpahkan darah orang ini, dan memukul orang ini. Maka orang ini diberi sebagian kebaikan-kebaikannya, dan orang ini diberi sebagian kebaikan-kebaikannya. Jika kebaikan-kebaikannya telah habis sebelum diselesaikan kewajibannya, kesalahan-kesalahan mereka diambil lalu ditimpakan padanya, kemudian dia dilemparkan di dalam neraka.” (HR. Muslim).
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي القُرْآنِ العَظِيْمِ، وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الحَكِيْمِ، أَقُوْلُ مَا تَسْمَعُوْنَ، وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ المُسْلِمِيْنَ مِنْ كُلَّ ذَنْبٍ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ؛ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَحِيْمُ.
Keempat: Keburukan Yang Dosanya Terus Berjalan
Sesungguhnya ada keburukan-keburukan yang dosanya terus berjalan memakan kebaikan-kebaikan seseorang walaupun pelakunya telah meninggal dunia. Di antara keburukan-keburukan yang dosanya terus berjalan adalah menyesatkan kaum muslimin dan merusak mereka, seperti fatwa dengan tanpa ilmu, menjauhkan seorang muslim dari dari ketaatan, menyebarkan kaset-kaset yang membolehkan hal-hal yang haram atau video-video porno kepada orang lain, membeli parabola atau membuat jaringan internet untuk melihat video porno, dan lainnya. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda:
وَمَنْ سَنَّ فِي الإِسْلاَمِ سُنَّةً سَيِّئَةً كَانَ عَلَيْهِ وِزْرُهَا وَوِزْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا مِنْ بَعْدِهِ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أَوْزَارِهِمْ شَيْءٌ
Barangsiapa membuat perbuatan yang buruk di dalam agama Islam (seperti kemaksiatan, bid’ah, dan lainnya, kemudian diikuti oleh orang-orang lain-pen), dia menanggung dosanya dan dosa orang yang mengamalkannya setelahnya, tanpa mengurangi dosa-dosa mereka sedikitpun (HR. Muslim dari Jarir bin Abdullah).
Akhirnya, kita memohon kepada Allah agar menjadikan amalan kita ikhlas untuk mencari wajah Allah Azza wa Jalla dan agar memberikan manfaat kepada semua orang Islam, dan semoga Allah Azza wa Jalla menganugerahkan kepada kita semua kematian yang baik setelah panjangnya umur dan bagusnya amal. Wahai Allah jadikanlah akhir umur kami di dalam amalan ketaatan; Aamiin.
***
(Diadaptasi dari majalah As-Sunnah Edisi 05/Tahun XIX/1437H/2016M).