Telling Islam To The World – Part 8
Telling Islam to the world- delapan
Imam Shamsi Ali*
Gerakan Telling Islam to the world tidak lain adalah bertujuan untuk mengembalikan kemanusiaan manusia. Atau dengan kata lain, memanusiakan manusia yang semakin cenderung berpura-pura dalam kehidupannya, dan menjauh dari kemanusiaannya yang sesungguhnya.
Kejahatan demi kejahatan dilakukan, dan seringkali terbungkusi oleh pengakuan nilai-nilai mulia. Demokrasi, kebebasan, hak asasi, dan seterusnya adalah nilai-nilai mulia yang seringkali menjadi pembungkus kebiadaban manuisa. Bahkan lebih jahat dari prilaku hewan buas sekalipun. Sebagaimana Allah sebutkan: “mereka itu bagaiman hewan. Bahkan lebih jahat (sesat) dari hewan”.
Pembebasan
Dakwah itu sejatinya ditujukan sebagai pembebasan (tahrir) dari segala perbudakan makhluk menuju kepada penghambaan suci kepada Yang Maha Suci (Al-Quddus). Juga pembebasan dari kesempitan kehidupan dunia kepada realita kehidupan ukhrawi yang luas, seluas langit dan bumi.
Oleh karenanya proses dakwah yang dilakukan tidak berorientasi, sekali lagi, kepada sekedar mencari kekuasaan, kekayaan, popularitas, dan berbagai macam bentuk duniawi lainnya. Walaupun memang diakui bahwa hal-hal seperti itu akan mengekor secara alami. Tapi seorang da’i tidak akan pernah melakukan dakwah dengan orientasi duniawi.
Salah satu hal krusial yang perlu dihadirkan dalam kerangka kesadaran dakwah “penyelamatan” ini adalah rasa kasih. Artinya dalam berdakwah harusnya dihadirkan rasa “kasihan” (atau rasa iba) terhadap mereka yang masih jauh dari jalan kebenaran (shirotal haq). Bukan sebaliknya justeru yang dibangun adalah negatifitas bahkan kebencian.
Perasaan kasihan (ar-rahmah) inilah yang kemudian membangun kesadaran tanggung jawab untuk melakukan langkah-langkah penyelamatan (salvation). Langkah-langkah yang dilakukan dalam rangka menyelamatkan kemanusiaan manusia inilah dakwah sejatinya.
Bayangkan suatu ketika anda berjalan di pinggir kali yang deras dan dalam. Tiba-tiba anda melihat seorang anak yang terjatuh ke dalam sungai itu. Anak itu berada di tengah-tengah sungai itu, terombang-ambing oleh derasnya hempasan air. Sementara anda memiliki kemampuan dan semua sarana yang bisa dipakai untuk menyelamatkan anak itu.
Kalau saja anda tidak melakukan penyelamatan terhadap anak itu, kira-kira anda bersalah atau tidak? Apa kira-kira kata orang tentang anda? Apalagi jika anda memang memiliki tugas dan tanggung jawab untuk menyelamatkannya.
Manusia dan peradabannya berada di ambang kehancurannya. Yang benar dan baik terkadang terbalik menjadi jahat dan membahayakan. Atau sebaliknya yang jahat dan membahayakan dianggap benar dan baik.
Di sisi lain umat ini seharusnya sadar akan tugas dan tanggung jawab, bahkan amanah Ilahiyah yang menjadikannya “khaer ummah”. Umat menjadi pewaris para rasul. Dan karenanya umat ini seolah umat para rasul karena amanah dakwah itu. Dan Islam yang dianut adalah perangkat penyelamatan yang sempurna.
Pertanyaannya apakah umat menyadarinya? Dan kalaupun sadar akan amanah itu, apakah perangkat penyelamatan itu telah kita kuasai dan mampu dipergunakan? Atau jangan-jangan kita tidak sadar bahwa tugas penyelamatan itu ada di atas pundak kita?
Inilah yang menjadi kasadaran penuh Rasulullah SAW. Sehingga godaan akan kekuasaan, kekayaan dan kesenangan ditampik demi melanjutkan tanggung jawab penyelamatan ini. “Kalaupun mereka meletakkan matahari di tangan kananku, bulan di tangan kiriku, saya tdak akan meninggalkan tanggung jawab ini sehingga Allah memberikan keputusanNya atau saya binasa bersamanya”.
Begitu hebat dan solid tekad Rasulullah dalam perjuangan itu. Dan itu pula tekad gerakan Telling Islam to the world. Akan berjalan dan berjalan terus hingga masanya di mana Allah akan menentukan yang terbaik.
Dan insya Alah dengan harapan dan optimisme kita yakin bahwa kebenaran itu akan selalu berujung pada kesuksesan dan kemenangan.
Bersambung
* Presiden Nusantara Foundation