Dampak Buruk Marah
Islam datang untuk membimbing manusia. Mengarahkan mereka pada hal-hal yang utama. Menyeru mereka kepada kebenaran dan kebaikan manusia, dalam ucapan dan tindakan. Islam mengajarkan manusia agar menjauhkan jiwa-jiwa mereka dari penyimpangan, dari perbuatan buruk, dan dari perkataan-perkataan yang rendah. Inilah perwujudan kesempurnaan agama ini. Kelurusan bimbingannya. Dan keindahan akhlaknya di tengah-tengah manusia dan peradaban.
Ketika kita merenungkan tuntunan-tuntunan Islam dari sisi keindahan akhlak dan adab, maka kita akan menemukan suatu ajaran yang luar biasa istimewanya. Dalam Shahih al-Bukhari dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, ada seseorang yang datang meminta wasiat kepada Rasulullah ﷺ. Ia berkata, “Berilah aku nasehat?” Rasulullah ﷺ bersabda,
لَا تَغْضَبْ
“Jangan marah!”
Laki-laki itu mengulang beberapa kali pertanyaannya. Dan Rasulullah ﷺ tetap bersabda,
لَا تَغْضَبْ
“Jangan marah!”
Dalam Musnad Imam Ahmad terkait dengan hadits yang baru saja dikemukakan; Orang tadi merenungi ucapan Nabi dan berkata,
فَفَكَّرْتُ حِينَ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا قَالَ فَإِذَا الْغَضَبُ يَجْمَعُ الشَّرَّ كُلَّهُ
“Aku merenungi ucapan Nabi ﷺ. Kalau begitu di dalam marah itu terkumpul padanya seluruh kejelekan.”
Marah itu memiliki dampak buruk yang banyak bagi manusia. Ekspresi wajah yang buruk. Perbuatan yang jelek. Dan ucapan yang kotor. Yang semuanya akan disesali oleh pelakunya. Karena ketika seseorang marah, ia merasa tengah hilang kesadaran, seperti orang gila. Oleh karena itu, ada seseorang yang mengatakan bahwa marah itu bagian awalnya adalah gila dan akhirnya adalah penyesalan.
Marah itu adalah gejolak darah di jantung, yang mengakibatkan bertambah cepatnya detak jantung, sehingga menjadikan kerja organ tubuh tidak berjalan normal dan mengakibatkan penyakit. Ketika marah bertambah kualitasnya, maka manusia tidak mampu lagi mengontrol dirinya. Oleh karena itu, terjadilah permusuhan dan saling benci. Islam mengajarkan manusia untuk mengontrol diri mereka di saat marah.
Nabi ﷺ bersabda,
لَا تَغْضَبْ
“Jangan marah!”
Para ulama menjelaskan, hal ini mengandung dua hal yang sangat penting:
Pertama: mendidik seorang muslim dengan akhlak mulia dan adab yang baik. Seorang muslim diajarkan bersabar, bersikap tenang, tidak grasa-grusu, jauh dari ketergesa-gesaan. Apabila berhasil menahan amarahnya, maka ia akan berakhlak dengan akhlak yang indah. Dan perangainya menjadi perangai yang baik.
Kedua: jika seseorang marah, hendaknya ia tetap tidak kehilangan kontrol diri. Janganlah ia tumpahkan amarahnya dalam perkataan dan perbuatan. Harus tetap bisa mengendalikan diri, baik dalam ucapan maupun perbuatan. Atau tahan diri untuk mengucapkan dan melakukan sesuatu.
Pada saat amarah itu terjadi jangan lupa ucapkan ta’awudz (a’udzubillah minasy syaithonir rajim). Ini kalimat yang tepat pada kondisi ini, bukan istighfar seperti yang banyak tersebar saat ini. Karena setan akan semakin cepat masuk ke dalam diri seseorang yang sedang marah dan mengakibatkan orang tersebut mudah mengucapkan dan melakukan perbuatan yang buruk. Dalam Shahihain dari Sulaiman bin Surad radhiallahu ‘anhu,
اسْتَبَّ رَجُلَانِ عِنْدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَنَحْنُ عِنْدَهُ جُلُوسٌ وَأَحَدُهُمَا يَسُبُّ صَاحِبَهُ مُغْضَبًا قَدْ احْمَرَّ وَجْهُهُ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنِّي لَأَعْلَمُ كَلِمَةً لَوْ قَالَهَا لَذَهَبَ عَنْهُ مَا يَجِدُ لَوْ قَالَ أَعُوذُ بِاللَّهِ مِنْ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ فَقَالُوا لِلرَّجُلِ أَلَا تَسْمَعُ مَا يَقُولُ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنِّي لَسْتُ بِمَجْنُونٍ
“Ada dua orang yang saling mencaci di hadapan Rasulullah ﷺ sedangkan kami tengah duduk-duduk di sekeliling beliau, salah seorang dari keduanya mencaci yang lainnya seraya marah-marah dengan wajah yang merah, lalu Nabi bersabda, ‘Sesungguhnya aku mengetahui sebuah kalimat, apabila ia mengucapkannya maka apa yang didapatkannya (marah) itu akan hilang, yaitu apabila ia mengucapkan, ‘أَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ
Berlindung kepada Allah dari gangguan setan di saat marah menimbulkan efek yang baik. Ta’awudz mampu menjadi benteng seseorang dari godaan setan saat ia sedang marah. Allah ﷻ berfirman,
وَإِمَّا يَنْزَغَنَّكَ مِنَ الشَّيْطَانِ نَزْغٌ فَاسْتَعِذْ بِاللَّهِ
“Dan jika kamu ditimpa sesuatu godaan syaitan maka berlindunglah kepada Allah.” (QS:Al-A’raf | Ayat: 200).
Kemudian Nabi ﷺ memberikan dua tips sebagai bimbingan bagi umatnya agar mampu mengendalikan amarah. Pertama, bimbingan yang terkait dengan lisan. Dan kedua, bimbingan yang terkait dengan amalan anggota badan.
Pertama: di dalam Musnad Imam Ahmad dari Abdullah bin al-Abbas, Rasulullah ﷺ bersabda,
إِذَا غَضِبَ أَحَدُكُمْ فَلْيَسْكُتْ
“Apabila kalian sedang marah, maka diamlah.”
Yakni hendaknya ia tahan dirinya saat marah. Tidak berkata-kata. Karena jika dia mengucapkan sesuatu di saat marah, ia akan mengucapkan kalimat yang tidak baik akibatnya.
Di saat marah, seseorang cenderung mengucapkan kalimat yang buruk. Mencela, menghina, atau bahkan melaknat. Kadang saat sedang marah, seseorang bisa melaknat dirinya sendiri dan anaknya. Dan lebih buruk dari itu semua, mereka mencela agama Allah. Setelah amarahnya reda, ia akan menyesali apa yang telah ia ucapkan dan lakukan.
Di saat marah, seseorang menyerupai orang gila. Karena hilang kesadarannya. Setelah marahnya reda, ia hanya menyesal. Mungkin pada saat marah ia mengucapkan sumpah yang buruk, seperti misalnya: Demi Allah, benar-benar akan kubunuh dia, dll – sumpah yang pada keadaan normal tidak akan dia lakukan. Oleh karena itu, Rasulullah ﷺ membimbing kita dengan sabda beliau
إِذَا غَضِبَ أَحَدُكُمْ فَلْيَسْكُتْ
“Apabila kalian sedang marah, maka diamlah.”
Diam. Jangan mengucapkan sepatah kata pun. Supaya kita tidak menyesali apa yang kita ucapkan.
Kedua: berkaitan dengan perbuatan.
Dalam Musnad Imam Ahmad, dari Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu bahwasanya Nabi ﷺ bersabda,
إِذَا غَضِبَ أَحَدُكُمْ وَهُوَ قَائِمٌ فَلْيَجْلِسْ ، فَإِنْ ذَهَبَ عَنْهُ الْغَضَبُ وَإِلَّا فَلْيَضْطَجِعْ
“Jika salah seorang dari kalian marah saat berdiri, hendaknya ia duduk, kalau belum pergi amarahnya, hendaknya ia berbaring.”
Apabila seseorang sedang merasakan amarah besar akan menguasai dirinya, Nabi ﷺ memberikan tips untuk meredakannya dan membuat amarah tidak menguasai dirinya. Apabila ia sedang berdiri, hendaknya ia duduk. Apabila ia belum reda juga dalam kondisi duduk, maka hendaknya berbaring.
Ketika kita merenungi dua arahan yang istimewa dari Nabi ﷺ ini, bimbingan lisan dan perbuatan, dengan izin Allah kita akan terjauh dari dampak buruk marah. Kita akan jauh dari mengatakan dan melakukan sesuatu yang membuat kita menyesal. Dan menguasai diri tatkala marah adalah sifat maskulin yang sebenarnya. Inilah keberanian dan kehebatan yang sesungguhnya. Nabi ﷺ bersabda,
لَيْسَ الشَّدِيدُ بِالصُّرَعَةِ إِنَّمَا الشَّدِيدُ الَّذِي يَمْلِكُ نَفْسَهُ عِنْدَ الْغَضَبِ
“Bukanlah orang yang kuat itu adalah orang yang suka bertindak dengan kekerasan, akan tetapi orang yang kuat adalah orang yang dapat menguasai dirinya ketika marah.” (HR. al-Bukhari dan Muslim).
Terkadang kita mendengar atau membaca ada seorang istri meminta fatwa tentang suaminya yang suka memukul dan meninjunya tatkala sedang marah. Hal ini sangat menyedihkan. Seseorang lupa akan dirinya tatkala marah dan murka. Orang yang demikian adalah orang yang tidak pernah mempelajari apalagi mengamalkan bimbingan nabawi saat sedang marah.
Ingatlah bimbingan Nabi ﷺ ini tatkala amarah mulai menjangkiti Anda. Sebelum ia menguasai Anda, dan membuat Anda lupa dengan pesan Nabi ﷺ yang sudah Anda pelajari dan ketahui.
Semoga Allah senantiasa membimbing kita dengan akhlak Islam, akhlak yang mulia, yang sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan. Semoga rumah tangga-rumah tangga kaum muslimin dianugerahkan sakinah (ketenangan), mawaddah (penuh cinta), dan rahmah (penuh kasih sayang). Hanya kepada Allah saja kita mohon pertolongan.
***
Sumber:
www.KhotbahJumat.com