Hidayah dan Istiqamah diatasnya
Ibnul Qayyim rahimahullah berkata,
اَلْهِدَايَةُ هِيَ الْعِلْمُ بِالْحَقِّ مَعَ قَصْدِهِ وَإِيْثَارِهِ عَلَى غَيْرِهِ، فَالْمُهْتَدِيْ هُوَ الْعَامِلُ بِالْحَقِّ الْمُرِيْدُ لَهُ
“Hidayah yaitu mengetahui kebenaran disertai dengan niat untuk mengetahuinya dan mengutamakannya dari pada yang lainnya. Jadi orang yang diberi hidayah yaitu yang melakukan kebenaran dan menginginkannya.
Seorang Muslim dalam kehidupannya sangat membutuhkan hidayah. Ia tidak bisa lepas dari hidayah Allah Azza wa Jalla. Apalagi di zaman yang digambarkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dimana fitnah itu seperti potongan malam yang kelam, paginya seorang beriman namun sore harinya ia menjadi kafir. Sorenya beriman namun di pagi harinya ia menjadi kafir, ia menjual agamanya demi sedikit dari harta dunia. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
بَادِرُوْا بِالْأَعْمَـالِ فِتَنًا كَقِطَعِ اللَّيْلِ الْـمُظْلِمِ، يُصْبِحُ الرَّجُلُ مُؤْمِنًا وَيُمْسِي كَافِرًا، أَوْ يُمْسِي مُـؤْمِنًـا وَيُصْبِحُ كَافِرًا، يَبِيْعُ دِيْنَهُ بِعَرَضٍ مِنَ الدُّنْيَا.
Bersegeralah mengerjakan amal-amal shalih karena fitnah-fitnah itu seperti potongan malam yang gelap; di pagi hari seseorang dalam keadaan beriman dan di sore hari menjadi kafir, atau di sore hari dalam keadaan beriman dan di pagi hari menjadi kafir. Ia menjual agamanya dengan keuntungan duniawi yang sedikit. (HR. Muslim dan lainnya).
Manusia membutuhkan hidayah lebih dari kebutuhan mereka terhadap makan dan minum. Bahkan AllahSubahnahu wa Ta’ala memerintahkan kaum Muslimin dalam shalatnya untuk senantiasa memohon hidayah kepada Allah Azza wa Jalla sebanyak tujuh belas kali setiap harinya. Ini menunjukkan betapa pentingnya hidayah itu dalam hidup dan kehidupan manusia.
Betapa pentingnya masalah hidayah, banyak manusia yang memohon dan mengharapkan hidayah menyapa dirinya. Tapi sayang, mereka tidak mau berusaha untuk menjalankan sebab-sebabnya. Hidayah tidak akan datang secara tiba-tiba dan gratis. Hidayah memerlukan perjuangan untuk mendapatkannya. Tidak mungkin Allah Subhanahu wa Ta’ala mengutus malaikat-Nya untuk menuntun tangan seorang hamba agar bergerak menuju masjid untuk menunaikan shalat berjamaah, kalau hamba tersebut bermalas-malasan ketika mendengar adzan dan tidak mau mengambil air wudhu. Tidak mungkin juga Allah Azza wa Jalla mengutus malaikat-Nya untuk menarik tangan seorang hamba dari kemaksiatan dan kemungkaran, kalau hamba tersebut tidak berusaha menjauhinya.
Istiqamah adalah meniti jalan yang lurus dan tidak melenceng ke kiri dan ke kanan. Istiqamah mencakup mengerjakan seluruh ketaatan yang lahir maupun yang batin dan meninggalkan larangan yang lahir maupun batin.
Seorang hamba dalam meniti jalan yang lurus ini membutuhkan hidayah. Ia tidak bisa berjalan tanpa melenceng ke kiri dan ke kanan kecuali dengan hidayah dari Allah. Allah Subahnahu wa Ta’ala berfirman :
اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ
Tunjukilah kami jalan yang lurus (Al-Fatihah/1:6)
Dalam ayat di atas Allah Subahnahu wa Ta’ala memerintahkan kita untuk memohon hidayah dalam meniti jalan yang lurus. Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di rahimahullah berkata, “Maksudnya, tuntun kami dan tunjuki kami serta berikan kami taufik kepada jalan yang lurus. Yaitu jalan yang jelas yang mengantarkan kita kepada AllahSubahnahu wa Ta’ala dan surga-Nya. Jalan tersebut adalah mengenal kebenaran dan mengamalkannya. Maka, tunjuki kami kepada jalan yang lurus dan tunjuki kami di dalam jalan yang lurus tersebut. Maksudnya, tunjuki kami ke jalan yang lurus adalah berpegang teguh pada agama islam dan meninggalkan agama selain islam. Dan makna tunjuki kami di dalam jalan yang lurus adalah mencakup hidayah kepada semua perincian agama secara ilmu dan amal. Doa ini merupakan doa yang paling menyeluruh dan bermanfaat bagi hamba. Karenanya, wajib bagi seorang hamba untuk berdoa kepada Allah dengan doa ini di setiap rakaat shalatnya.”
Seorang insan tidak bisa istiqamah melainkan dengan hidayah dari Allah Subahnahu wa Ta’ala. Dua perkara ini sangat berkaitan erat dan tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Oleh karena itu seorang Muslim jika ia ingin tetap berada di atas hidayah sampai wafatnya, maka ia wajib berpegang teguh dengan al-Qur’an dan as-Sunnah menurut pemahaman assalafus shalih. Ia wajib melaksanakan ketaatan-ketaatan kepada Allah Subahnahu wa Ta’ala, menjauhkan larangan-larangan-Nya. Ia juga wajib melaksanakan tauhid dan menjauhkan syirik, melaksanakan sunnah dan menjauhkan bid’ah, serta senantiasa berdoa kepada Allah Subahnahu wa Ta’ala agar ditetapkan di atas hidayah dan Sunnah dan diwafatkan di atas sunnah. Bila seseorang istiqamah dalam melaksanakan sunnah sesuai dengan petunjuk syari’at, maka Allah Subahnahu wa Ta’ala akan menambah petunjuk kepadanya. Allah Azza wa Jalla berfirman:
وَالَّذِينَ اهْتَدَوْا زَادَهُمْ هُدًى وَآتَاهُمْ تَقْوَاهُمْ
Dan orang-orang yang mendapat petunjuk, Allah akan menambah petunjuk kepada mereka dan menganugerahi ketakwaan mereka.” (Muhammad/47:17)
Siapa pun yang memperhatikan sebagian dari hidayah Allah yang tersebar di alam semesta ini, maka ia akan menyaksikan bahwasanya tidak ada ilah yang berhak disembah dengan benar kecuali hanya Allah, Yang Maha Mengetahui yang gaib dan nyata, Maha Perkasa Maha Bijaksana.
(Diadaptasi dari tulisan Al-Ustadz Yazid bin ‘Abdul Qadir Jawas حفظه الله di majalah As-Sunnah Edisi 02/Tahun XVII/1434H/2013).
Picture